<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d1732210148161296094\x26blogName\x3dGreatest+Stories+Ever+Told\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dTAN\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://notjust-lovestories.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://notjust-lovestories.blogspot.com/\x26vt\x3d-2804571334883318542', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Monday, August 18, 2008

♥ ~ Lagu Sedih yang Kudengar ~

"Perkenalkan, ini keponakan saya, namanya Lara."
Lara tersenyum dan mengangguk. Behaviournya benar-benar mencerminkan dirinya sebagai wanita anggun dan profesional.
Pertemuan di sebuah restoran Prancis ini memang diatur sedemikian rupa. Di sela-sela jam makan siang, Lara dengan baju kantornya menghadiri pertemuan itu. Di mana ia dan lelaki di hadapannya... akan dijodohkan. Sebenarnya, bukan perjodohan seserius kelihatannya, Lara sudah terbiasa dengan ini. Tantenya memperkenalkan dirinya dengan seseorang laki-laki.
Jam makan siang, 6 bulan kemudian...
"Ok! Kamu jemput aku jam 12 ya!"
Klik! Lara baru saja menerima telepon dari calon suaminya, Jimmy, pemuda terakhir yang diperkenalkan oleh tantenya. Ironis memang, Lara yang tidak memiliki niat sama sekali terhadap laki-laki, malah mengiyakan lamaran Jimmy di umurnya yang baru menginjak 23 tahun.
Tok tok!
"Ya, masuk!" Lara menjawab ketukan di pintu ruang kerjanya.
Sebuket bunga lili putih mengintip dari balik pintu, menutupi wajah si empunya.
Lara tersenyum dan menebak, "Jimmy?"
"Ih, kok ketebak, sih?"
"Siapa lagi yang membawa bunga ke tempat kerja selain lelaki classic seperti kamu?"
Jimmy hanya tersenyum karena dibilang classic oleh calon tunangannya. Dirinya memang classic. Bahkan, dirinya yang seorang wakil direktur sebuah perusahaan software kewalahan mencari pasangan hidupnya sendiri. Kebanyakan wanita yang ia temui lebih senang bersenang-senang dan tertarik pada hartanya saja. Berbeda dengan Lara yang terlihat anggun dan dapat bersenang-senang dalam caranya sendiri.
"Makan siang sekarang aja, yuk! Aku udah laper, nih! Tapi kamu yang pilih tempatnya," ajak Jimmy.
"Yuk! Gimana kalo restoran Jepang?"
"Boleh! Kebetulan aku lagi pengen makan sashimi! Kita kok sehati ya, Yang!"


Tapi 5 menit kemudian, Lara tidaklah berada di restoran Jepang yang dimaksud, ia berada di kantor Jimmy karena lelaki itu harus menandatangani beberapa dokumen penting.
Dan di situ jugalah, Lara melihat bayangan familiar yang selama ini datang dan pergi di dalam kehidupannya. Membangkitkan semua lagu lama yang pernah kita dengar bersama. Ketika tertawa bersama. Ketika kita terpaksa berpisah. Ketika ia pergi dan aku hanya bisa melupakan.
"Randy," ucap gadis itu lirih.
"Laraku," gantian Randy mengucapkapkannya dengan tak kalah lirih.
"Sayang, ayo kita pergi sekarang!" Entah dari mana dan sejak kapan Jimmy datang.
Randy sadar, ada cincin serupa yang melingkar di jari manis keduanya. "Selamat siang, Pak Jimmy!"
Hati Lara pedih melihat Randy menyapa Jimmy dengan penuh hormat walaupun ia tahu, pemuda itu masih terkejut.
"Hei, Randy! I've read your report and I love your idea about the joint venture. Nanti, tinggal saya bicarakan dengan Pak Cakra."
Randy mengangguk.
"Lara, kenalkan ini Randy. Dia..."
Suara Jimmy kini hanya sayup-sayup. Mereka bersalaman bagaikan baru pertama kali bertemu. Padahal, semua kenangan dari tujuh tahun yang lalu kembali menyergap. Lara tahu, ia tidak boleh begini.
"Jimmy!" Lara sendiri terkejut mendengar nada suaranya yang terlalu tinggi. Kembali ia melembutkannya, "Tolong tunggu aku di mobil. Aku ingin ke toilet sebentar."
"O... oke!" Jimmy menurut. Randy pun ikut berlalu.
Tapi, Lara mengejarnya. Mengikuti langkah pemuda itu.
"Randy!"
Randy berhenti dan berbalik. "Ada apa, Bu Lara?" Panggilan ini membuat hati Lara bagai teriris.
"Randy! Panggil aku Lara! Aku masih Lara... mu."
Randy tersenyum pahit.
"Maaf, aku sudah melupakan masa lalu. Kita gak bisa mendapatkan semua tapi doamu sudah diberi jawabannya, Ra. Kamu sudah menemukan pasangan hidupmu. Dia lelaki yang pantas buat kamu untuk melupakan kenangan. Jimmy orang yang baik."
Selesai mengatakan semua itu, Randy berlalu. Dan Lara hanya terpaku.

Tahukah kau, Ran? Aku sudah menunggumu selama tujuh tahun tanpa seorang pun di sisiku. Tapi, malah di saat seperti ini aku menemukanmu lagi. Inikah hukuman buat aku karena aku tidak setia?

Hujan pun mulai menunjukan rintiknya. Menghapus semua kenangan yang Lara pertahankan selama ini. Wanita yang selama ini mencoba dewasa. Kini, ingin menangis ia sekencangnya.

Mengapa ucapannya bagaikan puisi yang tersedih yang pernah kudengar. Dan hatiku... seperti lagu yang terpilu. Meninggalkan lara di hatiku... sama seperti namaku. Inikah takdir? Atau hukuman?

Tak ada sedetik kemudian, Lara merasakan itu. Seseorang merengkuhnya dari belakang. Dan berbisik, "Kalau ada kesempatan kedua, masihkah cinta dapat bertahan, Lara... ku?"

Labels: , , , , ,

♥ And did I tell you that I love you tonight
9:23 PM

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home

0 commented

♥ the stories about


♥ Pretty Moments

♥ They're not just

♥ template by

      Jasmne